Author Archive

Kebiasaan “Sarapan” dengan Teh Manis Memicu Kurang Gizi

Walau sarapan dianggap sebagai waktu makan yang penting, tetapi mayoritas orang belum mengonsumsi menu yang benar. Bahkan, banyak orang “sarapan” dengan minum teh manis atau pun susu.

Konsumsi sarapan yang direkomendasikan adalah terdiri dari makanan dan minuman, bukan salah satunya saja.

Menurut ahli gizi Dr.Rita Ramayulis, DCN, M.Kes, menu sarapan idealnya mengandung karbohidrat, protein, lemak, serat, vitamin, mineral, dan air.

Mengonsumsi teh manis saja di pagi hari, menurut Rita, tidak akan bisa memenuhi kebutuhan kalori dan nutrisi tubuh.

Pilih Menu Sarapan yang Bikin Kamu Mengunyah, Bagus buat Diet

Jakarta – Kalau sedang terburu-buru di pagi hari, jangankan menyiapkan sarapan, bisa minum air putih setelah bangun tidur saja sudah bagus. Kebiasaan seperti ini sebaiknya dihindari. Terlebih kamu yang sedang diet, kurangnya asupan gizi saat sarapan bisa menambah nafsu makan.

Ahli gizi dokter Rita Ramayulis menjelaskan alasan dari sisi medis. Dia menyarankan pilih menu sarapan yang memaksamu mengunyah dan gizinya seimbang. Jadi, sebaiknya jangan sarapan hanya dengan minum air putih, teh, kopi, atau susu saja.

Ngemil Gorengan untuk Sarapan, Sehat Nggak Sih? Dokter Gizi Menjawabnya

Jakarta – Jam makan masih jauh, kalau makan berat takut ngantuk. Nah biasanya di jam-jam kritis banyak yang lebih memilih ngemil untuk mengganjal perutnya. Nggak jarang juga yang memilih gorengan sebagai menu camilan.

“Seringkali kalau ngomongin nyemil, kita ingetnya sekali hanya 200 kalori. Kalau 200 dihabisin untuk gorengan 2 biji tentu bisa, tapi isinya hanya minyak,” kata dr Juwalita Surapsari, MGizi, SpGK, saat dijumpai di Central Park Mall, Rabu (30/1/2019).

Sambut Hari Gizi Nasional, Kopmas Edukasi Pentingnya Pemenuhan Gizi 1000 Hari Pertama

Jakarta- Investasi utama dalam membangun sumber daya manusia Indonesia yang akan memberikan manfaat jangka panjang dan berkelanjutan adalah pembangunan kesehatan. Terpenuhinya kebutuhan gizi masyarakat terutama pada periode 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) merupakan salah satu komponen terpenting dalam pembangunan kesehatan. Saat ini permasalahan gizi, baik gizi kurang termasuk stunting dan gizi Iebih, terjadi hampir di seluruh strata ekonomi masyarakat baik di pedesaan maupun perkotaan. 

Permasalahan gizi buruk merupakan tanggung jawab bersama mulai dari pemerintah, swasta, serta orang tua sebagai tombak perkembangan dan pertumbuhan anak-anak mulai 1000 hari pertama kehidupan. Edukasi pentingnya asupan gizi seimbang sangat penting dalam upaya menekan tingginya angka gizi buruk di Indonesia. 

Pesan Dokter untuk Anak Kos yang Tiap Tanggal Tua Makannya Mi Instan

Jakarta – Hidup di akhir bulan rasanya nggak afdol tanpa mi instan ya. Memang sih, murah dan mengenyangkan. Mau cari makanan lain pun rasanya sulit, sudah kebiasaan sih.

“Membuat orang mengurangi mi instan sama kayak nyuruh orang berhenti merokok ya. Susah. Kalau dia memang senangnya makan mi instan ya sudah jadi pola makan,” spesialis gizi klinik dari RS Siloam, dr Marya Haryono, SpGK, saat dijumpai di daerah Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Senin (28/1/2019).

Ada 8 dari 10 Anak Usia Sekolah Indonesia Kekurangan DHA dan Omega 3

KOMPAS.com – Sebuah penelitian yang dihimpun dalam British Journal of Nutrition memaparkan bahwa konsumsi asam lemak esensial (Esential Fatty Acids) anak Indonesia usia 4 sampai 12 tahun masih kurang dari standar World Health Organization (WHO).

Seorang peneliti sekaligus dosen teknologi pangan Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor (IPB) Ahmad Sulaeman yang juga terlibat dalam penelitian tersebut mengatakan,  8 dari 10 anak Indonesia kekurangan asam lemak esensial.

Asam lemak esensial seperti Omega 3 dan Omega 6 memang menjadi nutrisi yang krusial untuk pertumbuhan dan perkembangan fungsi otak anak. Selain itu, nutrsi tersebut bermanfaat dalam formasi membran sel otak dan memproduksi hormon yang berguna untuk respon imun, serta mengatur tekanan darah.

Stunting Bukan Genetik, Lalu?

TEMPO.COJakarta – Stunting atau gagal tumbuh akibat kekurangan nutrisi menimbulkan banyak dampak negatif. Selain tinggi tubuh yang tidak mencapai ukuran standar, kondisi ini juga bisa mengganggu perkembangan otak. Apakah kondisi ini merupakan faktor keturunan?

Dokter spesialis anak, nutrisi dan penyakit metabolik dari RSCM, Dr. dr. Damayanti Rusli Sjarif, SpA(K), mengatakan bahwa stunting bukan genetik, melainkan karena lingkungan. Kalaupun ada yang mengatakan itu diturunkan dari keluarga, yang diturunkan adalah cara makannya. “Kalau faktor lingkungan diperbaiki bisa membaik,” ujar dia.

Hanya saja, jika seorang anak sudah mengalami stunting, perbaikan nutrisi tak akan bisa memperbaiki IQ-nya seperti anak normal. 

Dari Pengusaha hingga Media Berperan Atasi Stunting di Indonesia

Jakarta Masalah gizi seperti stunting bukan hanya masalah yang menjadi tanggung jawab pemerintah saja. Berbagai pihak punya peran untuk mengatasi isu gizi buruk di Indonesia.

Dari industri, peneliti, hingga media, semua punya peran untuk mengatasi masalah kesehatan di Indonesia. Termasuk stunting itu sendiri.

“Masalah gizi itu sangat kompleks dan mengatasinya tidak bisa dibebankan kepada pemerintah saja,” ungkap Ketua Feligium Ilmu Gizi Persatuan Ahli Gizi (PERSAGI) Indonesia Dr. Arum Atmawikarta dalam temu media di gedung Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Kuningan, Jakarta pada Jumat (18/1/2019).

Banyak Kasus Turun, Masalah Gizi Masih jadi Tantangan di Indonesia

Jakarta Sekalipun angka masalah gizi di Indonesia banyak yang menurun. Namun bukan berarti Indonesia terlepas begitu saja dari masalah ini. Masih ada tantangan agar negara ini benar-benar terlepas dari masalah tersebut.

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menunjukkan adanya penurunan yang cukup signifikan di beberapa masalah gizi. Misalnya balita underweight yang di tahun 2013 mencapai 19,6 persen, di tahun 2018 menjadi 17,7 persen. Padahal, batas masalah kesehatan yang ditetapkan World Health Organization pada 2019 berada di angka 10 persen.

Sementara, untuk balita stunting sendiri menurun dari 2013 di angka 37,2 persen menjadi 30,8 persen di 2018. Batas masalah kesehatan WHO sendiri ditetapkan di angka 20 persen.

Warga Berharap Persagi Gelar Cek Kesehatan Gratis Tiap Bulan

JAKARTA, KOMPAS.com – Warga nampak antusias untuk memeriksa kesehatan mereka di acara cek kesehatan dan konsultasi gizi gratis yang diadakan Persatuan Ahli Gizi Indonesia (Persagi), Minggu (27/1/2019) di lokasi CFD Bundaran HI, depan Kementerian Agama, Jakarta Pusat.

Berdasarkan pantauan Kompas.com di lokasi, ratusan warga yang telah selesai berolahraga silih berganti datang untuk mengecek kesehatannya.

Muhammad Afriza (19), salah seorang warga yang tengah mengantre untuk tes kadar gula darah mengungkapkan, ia sangat mengapresiasi kegiatan ini.

“Biar tahu tentang kesehatan kita sendiri bagaimana, terus ada kendala enggak dalam tubuh kita ini,” jelasnya. 

Dampak Covid